Kondisi Pasca Kudeta, Demonstran Myanmar Mengoleskan Cat Merah Untuk Mengenang Korban yang Masih Terus Berjatuhan

Jakarta - Para pengunjuk rasa antikudeta di Myanmar mengoleskan pet cat merah di jalan-jalan pada hari Rabu (14/3) waktu setempat. Disebutkan bahwa feline itu merupakan lambang pertumpahan darah yang telah merenggut lebih dari 700 nyawa sejak militer melakukan tindakan kekerasan terhadap para demonstran.

Seperti dilansir AFP, Rabu (14/4/2021) sejak militer melakukan kudeta dan merebut kekuasaan dari pemimpin sipil pada 1 Februari lalu, ekonomi mulai terhenti. Menurut kelompok pemantau lokal, setidaknya 714 warga sipil meninggal sejak kudeta.

Perayaan festival tahunan Myanmar, yang disebut Thingyan, tahun ini dibatalkan mengingat kondisi memanasnya antara warga penentang kudeta dan militer. Sebaliknya, pengunjuk rasa menggunakan Thingyan sebagai tempat berkumpul - karena halte bus dan trotoar sedang diwarnai cat warna merah di seluruh negeri.

"Tujuan dari 'pemogokan berdarah' adalah untuk mengenang para korban yang tewas dalam perjuangan untuk demokrasi," kata seorang peserta demonstran dari Yangon kepada AFP.

"Kita seharusnya tidak bahagia selama waktu celebration ini. Kita harus merasakan kesedihan para korban dan kita harus terus berjuang dalam pertempuran ini dengan cara apapun yang kita bisa," imbuhnya.

Sementara itu, goresan cat berwarna merah juga terlihat di Mandalay, diikuti tulisan seperti "kami harap kediktatoran militer gagal", "gulingkan age ketakutan" dan "darah tidak mengering di jalanan".

Para pengunjuk rasa mengecat trotoar dengan warna merah di pinggiran kota Yangon dan meninggalkan tulisan "PBB yang terhormat, Apa kabar? Saya harap Anda baik-baik saja. Sedangkan untuk Myanmar, kami sedang sekarat."

Di tempat lain, para aktivis di kota-kota Monywa, Sagaing dan Dawei serta kota-kota kecil di wilayah Mandalay melakukan unjuk rasa dengan sepeda electric motor sambil membawa bendera berwarna merah dari partai Aung San Suu Kyi.

Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa permasalahan Myanmar bisa berujung konflik besar-besaran seperti di Suriah.

Menandai kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mendesak negara-negara untuk segera mengambil tindakan untuk mendorong militer Myanmar menghentikan "kampanye penindasan dan pembantaian rakyatnya."

"Saya khawatir situasi di Myanmar sedang menuju konflik besar-besaran," kata Bachelet dalam sebuah pernyataan.

"Ada gema yang jelas seperti perang Suriah 2011 lalu," imbuh Bachelet memperingatkan.

Kecaman internasional terus digaungkan terkait tindakan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar. Sejumlah negara bahkan memberlakukan sanksi terhadap militer Myanmar dan bisnis mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bambang Pacul Tidak Memiliki Latar Belakang Hukum Melainkan Sekolah Teknik

Survei Indopo; Capres 2024 : Elektabilitas Tertinggi Masih di Pegang Prabowo dan Ditempel Ganjar Pranowo

DPR Gelar Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan RUU Kejaksaan